menua bersama

pagi ini pergi ke gereja bersama kedua orangtua yang saling membisu di dalam mobil
mama dan bapa telah menua bersama selama hampir 34 tahun
lama juga,,,
harusnya sudah saling mengenal sekali satu sama lain
seharusnya...



tapi ternyata itu semua tidak menjadi pegangan yang bisa dijadikan patokan sebuah rumahtangga berjalan dengan indah
seperti pagi ini, aksi diem dieman terjadi lagi
lagi??
ya karena ini seringkali terjadi

kadang saya bertanya, apakah mereka berjodoh?
jawabannya mungkin ya, karena mereka diam dalam satu atap dalam waktu yang tidak singkat, 34 tahun,,,
jawabannya mungkin tidak, karena seringkali aksi saling memaki dan saling menyalahkan menghiasi udara alam istana yang mereka bangun
yang pasti, saya tidak tahu

tapi itulah mungkin kelebihan orangtua kita, orang yang dilahirkan di edisi 40an dan 50an,,,
mereka terikat dengan komitmen di depan altar
mereka menandatangi kontrak hidup bersama selamanya diatas meterai yang bergambarkan salib bukan burung garuda
mereka memikirkan keutuhan keluarga, sehingga anak2nya dapat tumbuh didalam keluarga yang lengkap, ada ayah dan ibu,,,
yahhh mereka berpegang pada itu semua, mereka terus bersama walaupun secara penilaian saya, mereka saling menyakiti satu sama lain

kadang terpikir, apakah rumahtangga tipe seperti ini masih bisa survive di kehidupan saya mendatang?

dalam khayalan saya, saya ingin sekali dapat menjadi seorang istri yang dapat memahami suami dan dapat dipahami suami
dalam khyalan saya, kelak saat saya berumahtangga saya ingin sekali mengungkapkan apa yang saya mau agar suami saya lakukan dengan penyampaian yang manis bukan dengan nada marah yang tidak dimengerti
dalam khyalan saya, saya ingin sebuah rumahtangga yang dibangun dengan cinta, dengan sayang dengan tulus dengan tidak menutupi kekurangan diri dengan suatu keberanian mengungkapkan it's me seseorang yang lemah yang butuh pendamping untuk senantiasa memberi topangan dan hidup menua bersama tidak dalam kepalsuan

yang dalam khayalan saya mungkin itu khayalan mayoritas orang, dan mungkin juga jauh dari kenyataan

mungkin yang tepat, saya meminta agar saya dipertemukan dengan sang adam yang "tulang rusuk"nya memang hilang (bukan adam lain yang ga kehilangan tulang rusuk)
sehingga saya akan merasa belahan jiwa itulah tempat tulang rusuk (saya) berpaut

dan akan terasa seolah olah "dia"lah ari ari saya yang sudah tertanam (terpisah)sejak saya menangis pertama kali ke dunia sambil berkata "oeeee..."
kini, bertemu kembali di depan altar dan mendatangani kontrak hidup bersama selamanya diatas materai bercap salib

Comments