opung doli saya datang dari kampung nun jauh, sumatera utara sana, ke bandung, karena mau menghadiri pernikahan cucu laki2 dari anaknya yang pertama (tulang gue,,,)
kemaren pernikahan itu terjadi, dan si opung menghadirinya, mulai dari pemberkatan nikah di gereja sampai acara resepsinya di salah satu gedung di kota bandung ini.
Opungku ini sudah berumur 80an lebih, tapi masih lahap menyantap daging dan masih mencari "tuak" dan bir untuk di minum. Dia bilang kalo belum minum bir, tubuhnya bisa loyo,,(gileee, masih perkasa ya opung gue,,)
makanya sepulang dari gereja dalam perjalanan menuju gedung, saya dan ortu mampir dulu ke toko minuman, dan membelikan bir hitam untuk opung tercinta.
Resepsi lumayan lama berlangsung, maklumlah acara batak, dengan adat istiadatnya yang seabreg, walhasil acara beres sampai makanan ludes pukul 19.45...
akhirnya, kami mengantarkan penganten, ke rumah tulang gue di kawasan rancabali, nyampe sana, kami cucunya melihat opung tidur di kasur, kami cucunya berkerumun, ada yang memijat kakinya, ada yang memijat keningnya, ada yang memijat tangannya, semua dilakukan demi membuat senang opung yang kami jumpai sesekali, setahun sekali aja tidak mungkin.
pokoknya intinya, hanya dia yang bisa mengurusi opung boruku itu, yang lain tidak, termasuk cucunya sendiri, yang saat itu dititipkan untuk menjaga opung boruku itu
akhirnya telp kami sambungkan, dan mereka berceloteh banyak hal, seperti sepasang kekasih yang saling menceritakan kegiatannya seharian itu satu sama lain.
Mereka bercanda.
lumayan lama mereka saling berbicara
Setelah telepon itu, opung doliku, mau makan, dan akhirnya tidak lama dia berbaring di kasur kembali, dan terdengarlah dengkurannya.
Pijatan cucunya, olesan kayu putih untuk membuatnya hangat, tidak bisa membuat dia tenang.
Suara opung boru gue, istrinya opung doli gue, soulmatenya, hanya itu yang bisa buat dia tenang dan akhirnya bisa beristirahat.
Akankah kita, jika sudah setua itu, bisa merasakan kehilangan ketika jarak memisahkan?
Akankah kita, masih setia ketika pasangan kita sudah tak sekuat dulu, sudah tak seganteng dulu, sudah tak dapat mengambil makanannya sendiri, sudah tak bisa diajak berjalan bersama?
Maukah kita, menjadi "penyedia" segala kebutuhan pasangan kita ketika dia sudah tidak bisa "menyediakan" segala keperluan kita?
kemaren pernikahan itu terjadi, dan si opung menghadirinya, mulai dari pemberkatan nikah di gereja sampai acara resepsinya di salah satu gedung di kota bandung ini.
Opungku ini sudah berumur 80an lebih, tapi masih lahap menyantap daging dan masih mencari "tuak" dan bir untuk di minum. Dia bilang kalo belum minum bir, tubuhnya bisa loyo,,(gileee, masih perkasa ya opung gue,,)
makanya sepulang dari gereja dalam perjalanan menuju gedung, saya dan ortu mampir dulu ke toko minuman, dan membelikan bir hitam untuk opung tercinta.
Resepsi lumayan lama berlangsung, maklumlah acara batak, dengan adat istiadatnya yang seabreg, walhasil acara beres sampai makanan ludes pukul 19.45...
akhirnya, kami mengantarkan penganten, ke rumah tulang gue di kawasan rancabali, nyampe sana, kami cucunya melihat opung tidur di kasur, kami cucunya berkerumun, ada yang memijat kakinya, ada yang memijat keningnya, ada yang memijat tangannya, semua dilakukan demi membuat senang opung yang kami jumpai sesekali, setahun sekali aja tidak mungkin.
"opung cape ya..?"
dia tetep ga bergairah
akhirnya kami guyonin, "opung kangen ya ama opung boru (nenek perempuan yang ga ikut,tinggal di kampung, karena sudah susah jalan, jadi ga ikut..)?"
"iya, dia pasti tidak makan teratur, kalo sama saya,dia makan 4 kai, dia makan pake daging, dagingnya saya pisah2kan dulu dari tulangnya (dia bercerita dengan menggunakan bahasa batak yang kalo daya terjemahkan secara bebas artinya demikian)"
"saya tidak pernah lupa kasih dia teh manis", lanjut opung saya
pokoknya intinya, hanya dia yang bisa mengurusi opung boruku itu, yang lain tidak, termasuk cucunya sendiri, yang saat itu dititipkan untuk menjaga opung boruku itu
"jadi opung kangen nih ceritanya ama opung boru, opung mau telp opung boru", saranku
"iya", jawabnya
akhirnya telp kami sambungkan, dan mereka berceloteh banyak hal, seperti sepasang kekasih yang saling menceritakan kegiatannya seharian itu satu sama lain.
Mereka bercanda.
lumayan lama mereka saling berbicara
Setelah telepon itu, opung doliku, mau makan, dan akhirnya tidak lama dia berbaring di kasur kembali, dan terdengarlah dengkurannya.
Pijatan cucunya, olesan kayu putih untuk membuatnya hangat, tidak bisa membuat dia tenang.
Suara opung boru gue, istrinya opung doli gue, soulmatenya, hanya itu yang bisa buat dia tenang dan akhirnya bisa beristirahat.
Akankah kita, jika sudah setua itu, bisa merasakan kehilangan ketika jarak memisahkan?
Akankah kita, masih setia ketika pasangan kita sudah tak sekuat dulu, sudah tak seganteng dulu, sudah tak dapat mengambil makanannya sendiri, sudah tak bisa diajak berjalan bersama?
Maukah kita, menjadi "penyedia" segala kebutuhan pasangan kita ketika dia sudah tidak bisa "menyediakan" segala keperluan kita?
Comments
boru sitorus,
kapan ikut partangiangan bareng kita?
hehe...
@enno : dah pantasnya cakapmu itu no, tinggal di kasih boru dikau,,warga batak ntar nambah deh..hehehhe
@denny : ayukk atuh partangiangan together,,,,di tunggu invitationnya...:-P
maklum produk baheula, banyak gengsi,,hehehe